Saya dibesarkan di lingkungan yang cukup akrab dengan hiruk-pikuk aktivitas ekonomi pasar tradisional. Setiap pagi, ibu saya mengajak saya ke pasar untuk belanja sayur dan lauk. Itu bukan cuma tempat jual beli, tapi juga tempat berinteraksi, bertukar kabar, bahkan tawar-menawar dengan nada bercanda.
Tapi sekarang, belanja bisa dilakukan sambil duduk di sofa. Hanya lewat ponsel. Dari tukang sayur keliling ke marketplace digital, saya menyaksikan sendiri transisi aktivitas ekonomi masyarakat dari pasar tradisional ke ekonomi digital.
Transformasi ini bukan cuma soal teknologi. Tapi juga tentang perubahan budaya, cara berpikir, dan strategi bertahan hidup masyarakat. Dan sebagai bagian dari masyarakat itu sendiri, saya belajar banyak hal selama menyaksikan dan mengalami pergeseran ini.
Apa Itu Aktivitas Ekonomi Masyarakat?
Sederhananya, aktivitas ekonomi masyarakat adalah segala bentuk kegiatan yang dilakukan orang-orang untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, baik secara individu maupun kelompok.
Aktivitas ini bisa berupa:
-
Produksi (membuat barang atau jasa)
-
Distribusi (menyalurkan barang atau jasa)
-
Konsumsi (menggunakan barang atau jasa)
Dulu, kegiatan ini banyak dilakukan secara langsung. Tapi sekarang, sudah berkembang melalui platform digital. Bahkan di desa tempat nenek saya tinggal, ada yang mulai jualan via WhatsApp.
Yang menarik, meskipun platformnya berubah, esensi aktivitas ekonomi tetap sama: saling membutuhkan dan saling menguntungkan.
Dinamika Pasar Tradisional: Wajah Lama yang Masih Bertahan
Saya selalu merasa pasar tradisional itu seperti museum hidup. Setiap lorong punya cerita. Penjual tahu nama pembelinya. Harga bisa dinegosiasi. Suara gaduh, aroma rempah, dan interaksi sosial jadi ciri khas.
Pasar tradisional memiliki nilai ekonomi sekaligus sosial. Di sana, transaksi terjadi bukan sekadar uang dan barang. Tapi juga rasa percaya dan solidaritas.
Namun saya juga menyadari, pasar tradisional mulai kehilangan generasi mudanya. Anak-anak muda sekarang lebih nyaman belanja online. Mereka bilang, “Males panas-panasan,” atau “Nggak sempet ke pasar.”
Dan memang, banyak tantangan yang dihadapi pasar tradisional:
-
Kurangnya infrastruktur modern
-
Persaingan dengan ritel modern dan online
-
Perubahan gaya hidup masyarakat urban
Meski begitu, saya percaya pasar tradisional tetap relevan, asalkan mampu beradaptasi. Beberapa sudah mulai menerapkan sistem pembayaran digital, bahkan bekerja sama dengan ojek online untuk pengantaran barang.
Perkembangan Aktivitas Ekonomi Digital: Saat Dunia dalam Genggaman
Sekarang, hampir semua hal bisa dijual lewat internet. Saya punya teman yang dulunya jualan di kaki lima, sekarang penghasilannya justru naik setelah berjualan via Shopee. Dia belajar pelan-pelan: cara foto produk, nulis deskripsi pengetahuan menarik, sampai ikut flash sale.
Itulah ekonomi digital. Model ekonomi yang mengandalkan teknologi informasi sebagai tulang punggung transaksi.
Ciri-ciri ekonomi digital antara lain:
-
Transaksi tanpa tatap muka
-
Pembayaran digital
-
Promosi via media sosial
-
Otomatisasi dan penggunaan aplikasi
Dalam beberapa tahun terakhir, perkembangan ekonomi digital di Indonesia sangat pesat. Data dari Kementerian Komunikasi dan Informatika menunjukkan bahwa kontribusi ekonomi digital terhadap PDB nasional terus meningkat tiap tahun.
Masyarakat semakin terbiasa dengan:
-
E-commerce
-
Ride-hailing apps
-
Fintech dan dompet digital
-
Kursus online dan jasa berbasis langganan
Transisi Pelaku Aktivitas Ekonomi: Dari Lapak ke Layar
Saya pernah bantu ibu saya pindah jualan dari lapak ke online. Awalnya susah, apalagi saat harus pakai aplikasi dompet digital. Tapi begitu dia melihat pesanan masuk tanpa harus buka lapak pagi-pagi, dia mulai semangat belajar.
Pelaku ekonomi kecil seperti UMKM kini mulai terdorong masuk ke ranah digital. Pemerintah dan berbagai startup banyak mengadakan pelatihan digitalisasi usaha.
Keuntungan digitalisasi buat pelaku usaha:
-
Jangkauan pasar lebih luas
-
Efisiensi biaya sewa tempat
-
Pemasaran lebih fleksibel
-
Bisa beroperasi 24/7
Tentu ada tantangan juga. Misalnya, kompetisi makin ketat, biaya iklan digital tinggi, atau masalah logistik. Tapi dengan ketekunan dan kreativitas, banyak yang bisa bertahan dan bahkan berkembang pesat.
Dampak Sosial Ekonomi dari Perubahan Ini
Saya merasa, transformasi ini membawa dampak besar—baik positif maupun negatif.
Positif:
-
Peningkatan pendapatan masyarakat
-
Kemudahan akses barang dan jasa
-
Pemberdayaan ekonomi kreatif dan digital
-
Inklusi keuangan masyarakat pinggiran
Negatif:
-
Pasar tradisional semakin sepi
-
Kesulitan adaptasi bagi generasi tua
-
Kesenjangan akses digital (internet dan literasi)
Teman saya yang tinggal di daerah pedalaman bilang, “Di sini sinyal saja susah, gimana mau jualan online?” Ini bukti bahwa transformasi Aktivitas Ekonomi digital harus diimbangi dengan pemerataan infrastruktur.
Kolaborasi Dua Dunia: Tradisional dan Digital
Bukan berarti ekonomi tradisional harus hilang. Saya percaya, masa depan justru ada di kolaborasi antara pasar tradisional dan ekonomi digital.
Contohnya:
-
Pedagang pasar menggunakan e-wallet untuk transaksi
-
Warung bekerjasama dengan aplikasi pengantaran makanan
-
Produk lokal dijual lewat marketplace dengan branding kekinian
Saya pernah lihat satu warung kopi di kampung saya mulai terima pembayaran QRIS dan ikut promo di media sosial. Hasilnya? Pembelinya jadi anak muda, bukan hanya bapak-bapak pensiunan.
Integrasi ini perlu waktu. Tapi kalau semua pihak mendukung—pemerintah, swasta, dan masyarakat—maka transformasi akan jadi lebih merata dan adil.
Generasi Muda dan Peran Mereka dalam Aktivitas Ekonomi Digital
Sebagai bagian dari generasi digital native, saya merasa punya peran penting dalam membimbing orang tua dan lingkungan sekitar masuk ke dunia ekonomi digital. Mulai dari hal-hal kecil:
-
Buatin akun marketplace untuk ibu
-
Ngajarin cara terima transfer QRIS
-
Bikin konten promosi untuk jualan keluarga
Generasi muda bisa jadi jembatan antara generasi lama dan teknologi baru. Bahkan beberapa teman saya membangun start-up lokal yang memberdayakan pedagang tradisional lewat aplikasi sederhana.
Saya percaya, keberlanjutan ekonomi bukan soal mengganti yang lama, tapi menghubungkannya dengan cara baru.
Menuju Aktivitas Ekonomi Berkelanjutan
Transformasi ini juga harus mempertimbangkan keberlanjutan. Kita nggak bisa cuma fokus pada profit. Tapi juga:
-
Memberdayakan masyarakat rentan
-
Mengurangi limbah (misalnya kemasan online)
-
Mendukung ekonomi lokal
Saya pribadi sekarang lebih suka belanja ke UMKM lokal lewat aplikasi ketimbang ke brand besar. Rasanya lebih personal. Dan saya tahu, uang saya langsung berdampak ke dapur orang yang benar-benar butuh.
Dengan langkah kecil seperti ini, kita bisa ikut membentuk ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan.
Kesimpulan: Dari Pasar ke Platform, dari Tukar Barang ke Tukar Ide
Perjalanan aktivitas ekonomi masyarakat dari pasar tradisional ke ekonomi digital bukan sekadar soal alat jual beli. Ini soal perubahan budaya. Soal adaptasi. Soal keberanian untuk terus hidup dan berkembang dalam dunia yang terus berubah.
Bagi saya, pasar tradisional dan ekonomi digital bukan dua kutub yang bertentangan. Tapi dua sisi dari koin yang sama—yang jika disatukan, bisa menciptakan masa depan ekonomi yang lebih kuat, lebih adil, dan lebih manusiawi.
Belajar tentang bermasyarakat yang baik dengan: Norma Kesusilaan: Fondasi Etika Rakyat dalam Bertingkah Laku