Analis Keuangan Jujur saja, ketika pertama kali mendengar istilah “analis keuangan”, saya berpikir itu pekerjaan yang kaku dan penuh dengan angka-angka membingungkan. Namun, setelah terjun langsung—saya sadar bahwa profesi ini jauh lebih kompleks dan menarik daripada yang terlihat dari luar.
Analis keuangan bukan cuma duduk manis di depan Excel. Mereka harus bisa membaca situasi pasar, menganalisis data perusahaan, dan memberikan rekomendasi yang tajam serta berdampak besar. Nah, saya ingin cerita sedikit soal bagaimana saya mengenal profesi ini dan apa saja yang membuat saya akhirnya jatuh cinta dengan dunia keuangan.
Waktu itu saya sempat bantu teman yang kerja di perusahaan sekuritas. Dari situlah saya mulai terbiasa membaca laporan keuangan, memahami rasio-rasio seperti DER, ROE, dan sebagainya. Awalnya pusing—tapi begitu saya lihat hasilnya bisa bantu investor ambil keputusan, saya mulai ngerasa ini kerjaan yang seru banget.
Apa Sebenarnya Tugas Seorang Analis Keuangan?
Pengetahuan ini Secara umum, tugas utama analis keuangan adalah menganalisis data dan informasi keuangan untuk membantu perusahaan atau klien dalam mengambil keputusan bisnis. Tapi, kalau hanya didefinisikan begitu, kesannya terlalu sederhana. Padahal kenyataannya, tugas ini membutuhkan pemahaman yang dalam tentang banyak aspek—mulai dari akuntansi hingga ekonomi makro.
Saya biasanya mulai hari dengan cek kondisi pasar global. Lalu, saya pelajari laporan keuangan dari perusahaan target. Setelah itu, saya susun laporan analisis, lengkap dengan rekomendasi: apakah layak beli, tahan, atau jual. Tentu saja semua ini harus didasari data yang valid dan logika yang kuat.
Kadang, saya juga harus presentasi langsung ke manajemen atau klien. Di sinilah skill komunikasi jadi penting banget. Karena meskipun data kita akurat, kalau cara penyampaian kita membingungkan, hasilnya tetap akan sia-sia.
Skill yang Harus Dimiliki Seorang Analis Keuangan
Nah, berdasarkan pengalaman saya, berikut adalah skill yang paling penting untuk dimiliki:
-
Analisis kuantitatif: Harus paham angka, statistik, dan bisa bikin model keuangan.
-
Kemampuan riset: Tidak hanya mengandalkan data dari laporan keuangan, tapi juga harus menggali informasi dari berita industri, laporan tahunan, sampai call earning.
-
Berpikir kritis: Ini bukan cuma soal bisa hitung-hitungan, tapi juga soal bisa menilai risiko dan peluang.
-
Komunikasi yang baik: Seperti yang saya bilang sebelumnya, data tidak akan berarti jika tidak bisa disampaikan dengan jelas.
Dan satu lagi, ketelitian. Pernah suatu kali saya salah ketik angka dalam laporan valuasi. Klien hampir saja ambil keputusan investasi yang salah. Untung cepat ketahuan. Sejak saat itu saya selalu triple-check semua angka yang saya pakai.
Perjalanan Karier Saya Sebagai Analis Keuangan
Saya memulai karier ini dengan jadi junior analis di perusahaan sekuritas. Waktu itu, saya masih sering bingung bedain mana laporan yang bisa dipercaya dan mana yang penuh “make-up”. Tapi lama-lama, saya bisa kenali pola-pola tertentu yang jadi tanda merah (red flags).
Misalnya, kalau ada perusahaan yang pendapatannya naik terus tapi cash flow-nya negatif—itu patut dicurigai. Atau kalau rasio utangnya meledak tapi penjualan stagnan, biasanya itu sinyal bahwa mereka sedang tutupi masalah likuiditas.
Setelah tiga tahun kerja, saya naik jadi analis senior. Saya mulai handle klien besar dan kadang juga diundang buat jadi narasumber di seminar. Jujur, saya nggak nyangka bisa sampai titik itu. Dulu waktu kuliah saya bahkan nggak suka akuntansi.
Kesalahan yang Pernah Saya Lakukan (dan Anda Bisa Hindari)
Bicara soal pengalaman, saya pernah beberapa kali bikin kesalahan yang bikin saya belajar banyak. Salah satu yang paling berkesan itu saat saya rekomendasikan saham perusahaan properti, padahal ternyata mereka punya beban utang jatuh tempo yang gede banget di kuartal berikutnya.
Saya terlalu fokus sama pertumbuhan penjualan dan nggak perhatikan catatan atas laporan keuangannya. Gara-gara itu, harga sahamnya anjlok. Klien saya waktu itu kecewa berat.
Tapi dari situ saya belajar, data keuangan itu seperti cerita—harus dibaca sampai tuntas. Jangan cuma lihat highlight-nya. Dan selalu lakukan cross-check ke beberapa sumber.
Perbedaan Analis Buy Side dan Sell Side
Banyak yang belum tahu kalau analis keuangan itu dibagi jadi dua jenis utama: buy side dan sell side.
-
Buy side: Biasanya kerja di perusahaan manajemen aset, reksa dana, atau dana pensiun. Fokusnya untuk mengelola dana klien.
-
Sell side: Kerja di sekuritas, bikin laporan riset dan rekomendasi untuk dijual ke klien (investor institusi).
Saya pernah cobain dua-duanya. Dan menurut saya, masing-masing punya tantangan sendiri. Di sell side, tekanan datang dari kebutuhan untuk terus update informasi dan cepat kasih analisis. Di buy side, tekanannya dari tanggung jawab ngelola dana miliaran rupiah. Salah ambil keputusan, bisa berdampak besar banget.
Apakah Keuangan Cocok untuk Anda?
Kalau Anda tipe orang yang suka berpikir logis, suka angka, dan tahan kerja di bawah tekanan, profesi ini mungkin cocok. Tapi kalau Anda nggak suka hal-hal teknis, atau gampang panik saat market turun, mungkin sebaiknya cari alternatif lain.
Saya pribadi senang karena pekerjaan ini bikin saya terus belajar. Setiap hari selalu ada berita ekonomi, regulasi baru, dan dinamika pasar yang bikin saya nggak bisa stuck di zona nyaman.
Dan satu hal lagi yang penting: jangan berharap langsung paham semuanya di awal. Saya butuh waktu dua tahun untuk benar-benar merasa percaya diri dengan analisis saya.
Tips Praktis untuk yang Mau Jadi Keuangan
Berikut beberapa tips dari saya buat Anda yang ingin masuk ke dunia ini:
-
Asah skill Excel dan analisis data. Ini alat kerja utama.
-
Pelajari laporan keuangan sebanyak mungkin. Bisa mulai dari perusahaan-perusahaan besar yang sudah listing di BEI.
-
Ikut sertifikasi seperti CFA atau CFM, karena ini bisa bantu karier Anda naik lebih cepat.
-
Latihan membuat laporan analisis. Bahkan kalau belum kerja, coba buat sendiri dan minta feedback dari mentor atau komunitas.
-
Jaga integritas dan objektivitas. Jangan pernah “jual” rekomendasi hanya karena tekanan dari atasan atau klien.
Pelajaran Hidup dari Dunia Keuangan
Dari semua pengalaman ini, saya belajar satu hal penting: keputusan besar harus didasari data dan intuisi yang tajam. Tapi jangan lupa, kita tetap manusia. Dan terkadang pasar bergerak bukan karena logika, tapi karena emosi.
Saya jadi lebih sabar, lebih analitis, dan lebih hati-hati dalam ambil keputusan—nggak cuma dalam kerjaan, tapi juga dalam kehidupan sehari-hari.
Dan menurut saya, itu nilai paling berharga dari profesi ini. Bukan soal gaji yang tinggi (walaupun memang lumayan), tapi soal pola pikir dan disiplin yang kita bangun setiap harinya.
Dunia Keuangan Itu Serius Tapi Nggak Selalu Kaku
Profesi analis keuangan memang serius, tapi bukan berarti harus kaku dan membosankan. Justru, di balik tumpukan angka dan laporan, ada cerita-cerita menarik, tantangan mendebarkan, dan pelajaran hidup yang bisa membuat kita tumbuh sebagai individu yang lebih bijak.
Kalau Anda tertarik untuk masuk ke dunia ini, saya sarankan untuk mulai pelan-pelan. Baca laporan keuangan, ikuti berita ekonomi, dan cari mentor. Karena pada akhirnya, menjadi analis keuangan bukan cuma soal bisa hitung-hitungan—tapi soal bagaimana kita bisa memberi nilai nyata lewat analisis kita.
Saya pribadi merasa bersyukur bisa menapaki karier ini. Meski awalnya penuh kebingungan dan rasa minder, tapi seiring waktu—dan tentu dengan banyak salah dan belajar—saya akhirnya bisa berdiri tegak sebagai seorang analis keuangan yang tahu apa yang ia lakukan.
Baca Juga Artikel Berikut: Pivot Table Excel: Rahasia Analisis Data yang Gampang Tapi Powerful